ILUSTRASI
HEADLINE NEWS - Hampir lebih dari dua puluh tahun
terakhir, ide mengenai perubahan iklim berkembang secara pesat, meskipun
masyarakat yang skeptis masih mengganggap ide tersebut hanya sekedar
teori sains yang masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Masyarakat
semestinya tahu jika para ahli iklim telah bersepakat bahwa meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca memang akan mengakibatkan pemanasan global
yang tidak diharapkan. Adapun yang menjadi perdebatan para ahli iklim
saat ini adalah terkait kapan dan seberapa besar efek yang ditimbulkan
dari pemanasan global tersebut.
Isu pemanasan global mulai
berkembang sejak awal tahun 90an, diawali dengan dibentuknya Panel
Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau dikenal secara luas sebagai
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) di tahun 1988, atas
prakarsa dua badan besar di PBB yakni World Meteorological Organization
(WMO) dan United Nations Environmental Program (UNEP).
Panel ini
bertugas untuk melakukan tinjauan dan analisis terhadap berbagai
penelitian ilmiah, informasi teknis, dan isu sosial-ekonomi terkini
terkait aspek dan dampak dari perubahan iklim global. Hasilnya
didokumentasikan secara komprehensif, termasuk di dalamnya formulasi dan
strategi untuk mengatasi dampak dari perubahan tersebut.
Laporan
IPCC dibuat secara berkala dan pertama kali dipublikasikan pada tahun
1990, kemudian dilanjutkan pada tahun 1992, 2001, dan 2007. Laporan
selanjutnya akan dipublikasikan pada tahun 2014.
Salah satu topik dalam laporan IPCC adalah mengenai iklim purba atau lebih dikenal sebagai Paleoklimatologi (
Paleoclimate).
Bidang ilmu ini mempelajari iklim masa lampau dengan skala waktu
puluhan sampai ribuan tahun yang lalu, beserta implikasinya terhadap
perubahan yang terjadi dalam ekosistem bumi.
Di dalam laporan
tersebut dibahas berbagai data, beragam penelitian yang tengah
berlangsung, serta hipotesis terkini mengenai ilmu terkait. Termasuk di
dalamnya metode dan alat-alat yang digunakan untuk mempelajari
paleoklimatologi.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah mengapa
kita mempelajari paleoklimatologi? Apa kaitannya dengan perubahan iklim
yang terjadi saat ini dan apa urgensinya dalam memprediksikan perubahan
iklim di masa mendatang?
Perlu diketahui, iklim dan cuaca bukanlah sebuah subjek yang persis sama.
NOAA
(National Oceanic and Atmospheric Administration) mendeskripsikan bahwa
cuaca adalah kondisi atmosfer yang kita rasakan setiap harinya melalui
berbagai variabel seperti suhu, curah hujan, dan angin. Adapun iklim
digambarkan sebagai cuaca rata-rata dalam kurun waktu tertentu, baik
dalam rentang bulanan, tahunan, ratusan hingga ratusan ribu tahun.
Melalui
definisi tersebut kita dapat mengasumsikan bahwa tingkat variabilitas
cuaca sangat tinggi, sehingga sulit untuk bisa diprediksi secara tepat.
Sedangkan tingkat variabilitas iklim sangatlah rendah dan prediksinya
relatif lebih akurat. Sebagai perumpamaan, iklim di tempat kita tinggal
akan bisa diketahui dari berapa jumlah payung yang kita simpan di rumah,
sedangkan cuaca dapat diketahui dari keputusan kita untuk membawa
payung atau tidak, saat kita hendak keluar dari rumah pada suatu hari.
Karena
iklim pada ekosistem bumi selalu bervariasi dan perubahannya hampir
selalu terjadi pada setiap periode bumi, maka penelitian dalam
paleoklimatologi menjadi sebuah subyek yang sangat menarik dan perlu
dipelajari secara lebih rinci.
Ahli paleoklimatologi menyimpulkan
bahwa perubahan iklim tidak hanya terjadi pada saat ini, akan tetapi
perubahan tersebut juga pernah terjadi di masa lampau. Sehingga
penelitian dalam bidang paleoklimatologi dapat membantu kita dalam
memahami perubahan iklim di masa yang akan datang.
Logika pemikiran sederhana terkait pentingnya mempelajari paleoklimatologi dijelaskan dalam buku
Dire predictions: understanding global warming
(2009). Seorang ahli iklim yang mempelajari paleoklimatologi
diumpamakan sebagai dokter yang sedang berusaha mendiagnosis dan
menyembuhkan pasiennya.
Pasien dianalogikan sebagai kondisi
ekosistem bumi. Saat pertama kali dokter bertemu dengan pasiennya,
dokter akan terlebih dahulu menanyakan riwayat kesehatan sang pasien.
Misalnya dengan menanyakan penyakit apa saja yang pernah pasien derita
selama ini, atau apakah penyakit yang tersebut pernah dialami
sebelumnya, lalu, apa saja gejala yang dirasakan.
Sang dokter
lebih lanjut akan menanyakan mengenai kegiatan atau perilaku seperti apa
yang biasa dilakukan si pasien sebelum menderita penyakit tersebut, ini
dilengkapi dengan pemeriksaan pada tubuh pasien untuk menegaskan
diagnosa nantinya. Dokter kemudian memberikan diagnosanya dan juga
memberikan alternatif penyembuhan (obat ataupun terapi), dan juga
menyertakan solusi pencegahan agar penyakit yang sama tidak dialami
lagi.
Hal ini kurang lebih diaplikasikan oleh para ahli iklim
untuk mempelajari dan menganalisa berbagai perubahan pada iklim di masa
lampau. Dikarenakan bumi tidak bisa menjawab langsung
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ahli iklim, maka mereka
mempelajari berbagai sinyal yang terdokumentasikan di alam. Pada
akhirnya dengan mempelajari dan mengetahui proses perubahan iklim yang
terjadi di masa lampau, para ahli iklim bisa memecahkan misteri iklim di
masa mendatang.
Menjadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana
para ahli iklim dapat menginterpretasikan berbagai sinyal masa lampau
yang terdokumentasikan di alam? Data sinyal seperti apa yang bisa
menggambarkan kondisi masa lampau apalagi ketika ahli iklim mencoba
meneliti data masa lampau sementara berbagai alat ukur iklim (misalnya:
termometer dan barometer) bahkan belum ditemukan.
Sampai dengan
abad ke-sembilanbelas, kondisi iklim dapat diketahui melalui berbagai
data yang berasal dari pengukuran termometer dan barometer, atau
berbagai dokumen sejarah. Sedangkan data satelit yang dapat merekam
iklim permukaan bumi secara kotinyu baru tersedia sekitar dua puluh
tahun yang lalu.
Oleh karenanya, dalam paloklimatologi dikenal apa
yang disebut sebagai data proxy atau data yang digunakan untuk
menggantikan data atau kondisi iklim di suatu tempat pada waktu lampau,
minimal dalam jangka puluhan tahun.
Lingkar tahun pada pohon
misalnya, bisa disebut sebagai proxy karena beberapa jenis pohon bisa
berumur ratusan hingga ribuan tahun (jenis Ek, Pinus, dan Beench),
dimana ketebalan dari lingkaran tahun sangat sensitif terhadap perubahan
suhu atau curah hujan setiap tahunnya.
Lingkaran tahun menebal
saat curah hujan tinggi dan menipis saat musim kering. Melalui informasi
ketebalan lingkar tahun tersebut, para ahli bisa menggambarkan curah
hujan tahunan di area tersebut. Sehingga dalam hal ini, lingkaran tahun
dapat digunakan sebagai data pengganti untuk memprediksi iklim di masa
lampau.
Contoh proxy lainnya antara lain adalah data inti es
kutub, data sedimen dasar laut atau sungai, dan juga data dari fosil
karang. Data inti es kutub dan sedimen dasar laut bisa mendokumentasikan
iklim di masa lampau mulai dari ribuan sampai jutaan tahun yang lalu.
Data inti es diperoleh melalui hasil penggalian, berupa komposisi
butiran debu, konsentrasi oksigen dalam gelembung-gelembung udara.
Data
dengan sumber sedimen dasar laut dansungai dapat ditentukan melalui
berbagai fosil jasad renik baik dari tumbuhan (serbuk sari) atau hewan
(foraminifera, sejenis plankton), komposisi bahan kimia yang terkandung
pada sedimen laut (misalnya kandungan Kalsium Karbonat).
Berbagai
data tersebut dipelajari oleh para ahli iklim untuk kemudian digunakan
untuk menginterpretasikan kondisi iklim di area tersebut. Pusat data
NOAA mengumpulkan data-data iklim masa lampau dan menyimpannya pada
jaringan laman mereka.
Kelemahan
dari berbagai data paleoklimatologi adalah ketidakmampuan data untuk
dapat menggambarkan mekanisme atau proses terjadinya perubahan iklim di
masa lampau secara terperinci. Sehingga untuk mengakomodasi kebutuhan
tersebut, dikembangkanlah apa yang disebut sebagai model iklim, yakni
model yang berusaha untuk menggambarkankondisi iklim bumi beserta
interaksinya pada ekosistem bumi (atmosfer, hidrosfer, litosfer, and
biosfer).
Penggambaran kondisi ekosistem bumi diperoleh
menggunakan berbagai persamaan matematis, yang nantinya diselesaikan
secara numerik dengan bantuan teknologi komputerisasi.
Melalui
model iklim diharapkan mekanisme dan proses perubahan iklim dapat
diketahui secara rinci, untuk kemudian hasilnya dibandingkan dengan data
paleoklimatologi yang tersedia.
Aplikasi model iklim di masa
lampau adalah salah satu poin penting dalam menguji berbagai hipotesa
perubahaan iklim di masa lampau, seperti teori perubahan iklim secara
mendadak (
abrupt climate) sebagaimana dijelaskan pada laporan IPCC tahun 2007.
Laporan
tersebut juga menyebutkan bahwa model iklim dapat digunakan sebagai
penghubung antara sebab dan akibat dari terjadinya perubahan iklim di
masa lampau, menghubungkan antara berbagai data paleoklimatologi yang
berskala regional dengan data global, karena umumnya data-data tersebut
tidak dapat memberikan informasi secara merata dan lebih bersifat
musiman.
Selain itu, data paleoklimatologi dapat juga digunakan
sebagai sarana pengujian berbagai model iklim yang berbeda, terlebih
jika faktor yang menjadi penyebab sudah jelas dan bisa dikontrol.
Contohnya dalam pengujian berbagai model iklim menggunakan konsentrasi
karbon dioksida (CO2) sebagai variabel yang mempengaruhi iklim. Aplikasi
pengujian berbagai model iklim tersebut juga tertulis dalam laporan
IPCC tahun 2007.
Sampai saat ini belum ada model yang sempurna
untuk bisa menggambarkan sistem iklim dan interaksinya secara menyeluruh
dan rinci. Salah satu kendalanya adalah kemampuan komputerisasi yang
masih kurang memadai untuk menyelesaikan persamaan-persamaan matematis
dan mensimulasikannya dalam skenario waktu yang panjang. Akan tetapi
melihat perkembangan komputerisasi yang semakin maju, penelitian dalam
model iklim tetap menjadi salah satu komponen terpenting dalam
paleoklimatologi.
Saat ini, paleoklimatologi menjadi salah satu
ilmu dengan implikasi yang sangat luas, terutama dengan isu hangat dalam
konteks perubahan iklim. Interaksinya dengan beragam bidang ilmu
menjadi pemicu efektif dalam perkembangan paleoklimatologi itu sendiri.
Publikasi
dari berbagai data dan hipotesa terkini yang mendukung paleoklimatologi
terus bermunculan setiap bulannya, meskipun data-data tersebut belumlah
lengkap. Berbagai data global dari seluruh belahan bumi dengan tingkat
resolusi tinggi dan tingkat keakuratan pengukuran yang relevan akan
sangat diperlukan bagi perkembangan paleoklimatologi.
Jadi apa
yang bisa dipelajari dari paleoklimatologi? Pastinya mengenai sejarah
perubahan iklim di masa lampau yang diharapkan mampu membantu
menginterpretasikan perubahan iklim yang terjadi saat ini, dan
memprediksi perubahan iklim masa mendatang.
Ini jelas dapat
memberikan kontribusi strategis dalam mengantisipasi efek yang akan
timbul dari perubahan iklim global saat ini. Selain itu, ini membantu
kita untuk bisa melakukan tindakan- tindakan preventif sebelum terjadi
perubahan iklim global yang lebih drastis dan berakibat fatal bagi
manusia dan ekosistemnya.